Belum lengkap rasanya ke Yogyakarta tanpa mengunjungi Keraton Yogyakarta. Ya, karena Keraton merupakan istana resmi tempat Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Maka saya pun tak lupa mengajak Wahyu untuk berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Perlu diketahui bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, Jogja merupakan daerah kerajaan dengan pemimpin tertinggi yang berada di tangan sultan. Seperti layaknya kerajaan-kerajaan lain yang berada di Eropa, kerajaan atau kesultanan Yogyakarta ini sangat lah diagung-agungkan oleh masyrakat Jogja, bahkan sampai ke jajaran keluarga besar sultan dan keturunannya. Walaupun Yogyakarta sudah resmi bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1950 dimana letak pemimpin tertinggi adalah presiden, tetapi kesultanan ini tidak dihilangkan begitu saja dan tetap menjadi bagian Yogyakarta. Maka, secara otomatis Sultan Yogyakarta merangkap posisi sebagai pemimpin tertinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, atau kalau didaerah-daerah lain disebut gubernur.
Yogyakarta memiliki adat istiadat yang sangat kental, terlebih lagi Keraton yang memiliki tradisi yang sampai saat ini masih dijalankan. Maka dari itu, Keraton Yogyakarta menjadi salah satu obyek pariwisata utama yang terdapat di Jogja yang menarik minat pengunjung dan wisatawan karena berbagai tradisi dan kebudayaannya. Istana ini dibangun pertama kali pada tahun 1755 oleh pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu Sultan Hamengkubuwono I yang sekaligus merangkap sebagai kepala arsitek. Dan kemudian dipugar dan direstorasi kembali oleh Sultan Hamengkubuwono VIII (1921-1939) menjadi keraton yang tampak seperti sekarang ini. Keraton Yogyakarta memiliki halaman yang sangat luas yang terdiri dari tujuh komlpeks inti dimana salah satunya merupakan tempa tinggal resmi sultan dan keluarganya. Dan sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai macam benda bersejarah dan hadiah-hadian pemberian dari berbagai kerajaan di Eropa. Biasanya tiap hari sabtu da minggu terdapat pertunjukan tari dan gamelan di salah satu aula yang ada di dalam keraton. Transportasi umum yang tersedia untuk menuju keraton sangatlah mudah, didaerah Malioboro dan Pasar Kembang terdapat banyak becak yang bersedia mengantar dan menunggu pengunjung masuk ke dalam keraton dengan harga yang relatif dan bisa melakukan tawar menawar. Untuk biaya masuk keraton, pengunjung dikenakan tarif Rp5.000,- untuk wisatawan domestik dan Rp10.000,- untuk wisatawan asing.